Hari bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April menandai halaman baru dalam gerakan lingkungan modern dan tahun ini adalah peringatan yang ke 50 di tengah pandemi Covid-19.

Hari Bumi dimulai pada 1970, tahun kematian Jimi Hendrix, tahunnya album terakhir The Beatles. Tatkala para siswa AS semakin mengambil sikap menentang perang yang berkecamuk di Vietnam, dan protes banyak disuarakan. Namun wacana menyelamatkan planet bukan satu di antaranya.

Pada tahun dengan banyak peristiwa besar itu, sebuah gagasan untuk menyelamatkan Bumi dari krisis ekologi pun muncul dari seorang seorang Senator Amerika Serikat asal Wisconsin, Gaylord Anton Nelson.

Nelson yang juga pengajar ilmu lingkungan hidup memilih tanggal 22 April sebagai hari Bumi karena bertepatan dengan masuknya musim semi di belahan bumi utara dan musim gugur di belahan bumi selatan.

Ide yang kemudian menjadi semakin besar selama hampir 50 tahun ini bermula ketika Nelson menyaksikan tumpahan minyak di pesisir Santa Barbara, California pada 1969.

Walaupun peristiwa tumpahan minyak menjadi titik kuat bagi Nelson untuk membuat sebuah gerakan besar, namun bukan peristiwa inilah yang membuat Nelson menjadi peduli akan lingkungan.

Sudah sejak tahun 1960-an Nelson menaruh kepedulian dan berkampanye pada isu lingkungan hidup, yang dirasanya lama hilang dari agenda negara.

Pada awal-awal Hari Bumi ini mulai digagas, Nelson masih memusatkan perhatian pada masalah-masalah lingkungan hidup yang mengusik kelestarian planet serta berimbas pada kesehatan manusia.

Singkatnya, Hari Bumi 1970 ini memunculkan semacam kesadaran. Dan Hari Bumi pun menjadi penyaluran energi dari gerakan antiperang dengan menempatkan kekhawatiran mengenai lingkungan di garis depan.

Kegiatan perdana Hari Bumi pun diikuti oleh 20 juta warga Amerika Serikat, dan angka tersebut terus bertambah seiring berjalannya waktu.

Dua dekade kemudian, pada tahun 1990, peserta Hari Bumi mencapai 200 juta orang yang berasal dari 141 negara. Kini, miliaran orang dari 190 negara turut serta dalam berbagai aksi Hari Bumi. Lebih dari 5.000 organisasi lingkungan seluruh dunia turut mendukung gerakan ini.

PBB juga memilih Hari Bumi, 22 April 2016, sebagai hari penandatanganan Kesepakatan Paris atau Paris Agreement guna mengatasi pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim.

Sekitar 50 anak muda dari 16 negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara, yakni Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Kamboja, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Maldives, Myanmar, Nepal, Pakistan, Filipina, Thailand, Timor-Leste and Vietnam, akan menunjukkan apa yang telah mereka lakukan untuk lingkungan.

Termasuk di antaranya melindungi keanekaragaman hayati, menaikkan tutupan hijau, membantu manajemen sampah, bergerak untuk zero waste, melindungi Sumber Daya Alam yang berharga dan mendidik mereka yang kurang beruntung.

Sudah saatnya kita renungkan apa saja yang telah kita buat selama ini. Kemajuan teknologi yang berkembang begitu pesat memang memudahkan kita dalam segala bidang, namun di sisi lain lingkungan kita juga semakin rusak.

Masyarakat dunia semakin kencang menyerukan pelestarian lingkungan hidup namun faktanya peningkatan suhu global semakin kencang pula. Tahun 2019 menjadi tahun kedua terpanas sepanjang sejarah yang pernah tercatat, yakni meningkat sebesar 0,95ºC. Peningkatan suhu terpanas tercatat pada tahun 2016 yakni 0,99ºC.

Wabah COVID-19 yang melanda dunia saat ini barangkali adalah cara bumi untuk mengingatkan kita, bahwa yang kita lakukan selama ini hanyalah membuat kerusakan dimuka bumi.

Di masa pandemi ini kita dipaksa untuk berdiam diri di rumah. Pemerintah setiap saat menganjurkan untuk tetap dirumah. Bekerja dari rumah dan lain sebagainya. Momentum ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk kembali membuat bumi tersenyum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *